Mengenai Saya

eH,,tau g sicH??? sEbEnRx nAmaQ tu tRi rEnnY pRiHadi tp biaSa d paNgGL rEnY j aTw jEnK aTw ujE.Oia,sKr aK kuL d STIKOM gTu n ak taNggL d sTrat 2 gN.smRnDa tEpaTx d gaNg gaNg ganduL sicH.Hwhehehe....

Sabtu, 12 Juli 2008

MENYANGGAH PENAFSIRAN YANG MERENDAHKAN WANITA
Dr. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN
Siapakah yang dimaksud dengan sufaha dalam firman Allah: "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belumsempurna akalnya (sufaha) harta (mereka yang ada dalamkekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu)dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (an-Nisa'5) Majalah al-Ummah nomor 49 memuat artikel Saudari HananLiham, yang mengutip keterangan Ibnu Katsir dari pakar umatdan penerjemah Al-Qur'an, Abdullah Ibnu Abbas, bahwaas-sufaha (orang-orang yang belum sempurna akalnya) ituialah "wanita dan anak-anak." Penulis tersebut menyangkal penafsiran itu, meskipundiriwayatkan dari Ibnu Abbas. Menurutnya, penafsirantersebut jauh dari kebenaran, sebab wanita secara umumdisifati sebagai tidak sempurna akalnya/bodoh (salah),padahal diantara kaum wanita itu terdapat orang-orangseperti Khadijah, Ummu Salamah, dan Aisyah dari kalanganistri Nabi dan wanita-wanita salihah lainnya. Sebagian teman ada yang mengirim surat kepada saya untukmenanyakan penafsiran yang disebutkan Ibnu Katsir tersebut.Apakah itu benar? Bagaimana komentar Ustadz terhadap hal itu?

JAWABAN

Penafsiran kata sufaha dalam ayat tersebut dengan pengertianyang dimaksud adalah kaum wanita secara khusus, atau wanitadan anak-anak, adalah penafsiran yang lemah, meskipundiriwayatkan dari pakar umat, yaitu Ibnu Abbas r.a.,walaupun sahih penisbatan kepadanya atau kepadapenafsiran-penafsiran salaf lainnya. Kebenaran yang menjadi pegangan mayoritas umat ialah bahwapenafsiran sahabat terhadap Al-Qur'anul Karim itu tidaksecara otomatis menjadi hujjah bagi dirinya dan mengikatterhadap yang lain. Ia tidak dihukumi sebagai hadits marfu',walaupun sebagian ahli hadits ada yang beranggapan demikian.Ia hanya merupakan buah pikiran dan ijtihad pelakunya, yangkelak akan mendapatkan pahala meskipun keliru. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas sendiri dan dari sebagiansahabat-sahabatnya bahwa "Tiap-tiap orang boleh diterima danditolak perkataannya, kecuali Nabi saw. (yang wajib diterimaperkataannya)." Doa Nabi saw. untuk Ibnu Abbas agar Allah mengajarinyatakwil, tidak berarti bahwa Allah memberinya kemaksumam(terpelihara dari kesalahan) dalam takwil yang dilakukannya,tetapi makna doa itu ialah Allah memberinya taufik untukmemperoleh kebenaran dalam sebagian besar takwilnya, bukanseluruhnya. Karena itu, tidak mengherankan kalau ada beberapa pendapatdan ijtihad Ibnu Abbas mengenai tafsir dan fiqih yang tidakdisetujui oleh mayoritas sahabat dan umat sesudah mereka. Kelemahan takwil yang dikemukakan Ibnu Abbas dan orang yangmengikutinya bahwa yang dimaksud dengan as-sufaha(orang-orang yang belum sempurna akalnya) adalah wanita atauwanita dan anak-anak, tampak nyata dari beberapa segi. Pertama, bahwa lafal sufaha adalah bentuk jamak taksir untukisim mudzakkar (laki-laki), mufradnya (bentuk tunggalnya)adalah safiihu, bukan safiihatu yang merupakan isim muannats(perempuan). Kalau mufradnya safiihatu, maka bentuk jamaknyaadalah mengikuti wazan fa'iilatu atau fa'aa'ilu sebagaimanalazimnya jamak muannats, sehingga bentuk jamak lafaltersebut adalah safiihaatu atau safaa'ihu. Kedua, bahwa kata sufaha adalah isim zaman (kata untukmencela), karena mengandung arti kekurangsempurnaan akal danburuk tindakannya. Karena itu, kata-kata ini tidakdisebutkan dalam Antara lain Qur'an melainkan untukmenunjukkan celaan, seperti dalam firman Allah; "Apabila dikatakan kepada mereka, 'Berimanlah kamusebagaimana orang-orang lain telah beriman,' merekamenjawab, 'Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yangbodoh itu telah beriman?' Ingatlah, sesungguhnya merekalahorang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu."(al-Baqarah: 13) "Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akanberkata, 'Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) darikiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblatkepadanya?' Katakanlah, 'Kepunyaan Allah-lah timur danbarat; dia memberi petunjuk kepada siapa yangdikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.'" (al-Baqarah: 142) Apabila lafal sufaha itu untuk mencela, maka bagaimanakahmanusia akan dicela karena sesuatu yang tidak ia usahakan?Bagaimana seorang perempuan akan dicela karena semata-mataia perempuan, padahal ia bukan yang menciptakan dirinya,melainkan ia diciptakan oleh Penciptanya? Allah berfirman: "... sebagian kamu adalah turunan dan sebagian yang lain..." (Ali Imran: 195) Dan disebutkan dalam suatu hadits: "Sesungguhnya wanita adalah belahan (mitra) laki-laki." (HR.Ahmad bin Hanbal 6:256 dan Baihaqi I:168. Disebutkan puladalam Kanzul 'Ummal nomor 45559) Demikian pula halnya anak-anak. Allah menciptakan manusiadari kondisi yang lemah dan dijadikan-Nya kehidupan itubertahap, dari bayi berkembang menjadi kanak-kanak, kemudianmeningkat remaja, lalu dewasa. Sebab itu, bagaimana mungkinseorang anak akan dicela karena ia masih kanak-kanak padahalia tidak pernah berusaha untuk menjadi kanak-kanak(melainkan sudah merupakan proses yang ditetapkan Allah)? Kalau kita kembali kepada tafsir-tafsir modern, akan kitadapati semuanya menguatkan pendapat Syekhul Mufassirin, Imamath-Thabari. Dalam tafsir al-Manar karya Sayid Rasyid Ridhadisebutkan: "Yang dimaksud dengan as-sufaha disini ialah orang-orangyang pemboros yang menghambur-hamburkan hartanya untuksesuatu yang tidak perlu dan tidak seyogyanya, danmembelanjakannya dengan cara yang buruk dan tidak berusahamengembangkannya." Beliau (Rasyid Ridha) juga mengemukakan perbedaan pendapatdi kalangan salaf mengenai maksud lafal sufaha. Kemudianbeliau menguatkan pendapat yang dipilih Ibnu Jarir(ath-Thabari) bahwa ayat itu bersifat umum, meliputi semuaorang yang kurang akal, baik masih kanak-kanak maupun sudahdewasa, laki-laki maupun perempuan. Ustadz al-Imam (Muhammad Abduh) berkata, "Dalam ayat-ayatterdahulu Allah menyuruh kita memberikan kepada anak-anakyatim harta-harta mereka dan memberikan kepada orang-orangperempuan akan mahar mereka. Dalam firman-Nya: "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belumsempurna akalnya harta (mereka yang ada dalamkekuasaanmu)..."(an-Nisa': 5) Al-Imam mensyaratkan kedua hal di atas. Artinya, berikanlahkepada setiap anak yatim akan hartanya bila telah dewasa,dan berikan kepada tiap-tiap perempuan akan maharnya,kecuali apabila salah satunya belum sempurna akalnyasehingga tidak dapat menggunakan hartanya dengan baik. Padakondisi demikian kamu dilarang memberikan harta kepadanyaagar tidak disia-siakannya, dan kamu wajib memeliharahartanya itu sehingga ia dewasa. Perkataan amwaalakum (hartamu) bukan amwaalahum (hartamereka) , yang berarti firman itu ditujukan kepada parawali, sedangkan harta itu milik as-sufaha yang ada didalamkekuasaan mereka, menunjukkan beberapa hal. Pertama, bahwaapabila harta itu habis dan tidak ada sisanya bagi si safih(anak yang belum/kurang sempurna akalnya) untuk memenuhikebutuhannya, maka wajib bagi si wali untuk memberinyanafkah dari hartanya sendiri. Dengan demikian, habisnyaharta si safih menyebabkan ikut habis (berkurang) pula hartasi wali. Alhasil, harta si safih itu seakan-akan hartanyasendiri. Kedua, bahwa apabila as-sufaha itu telah dewasa dan hartamereka masih terpelihara, lantas mereka dapat menggunakannyasebagaimana layaknya orang dewasa (normal), dan dapatmenginfakkannya sesuai dengan tuntunan syariat untukkemaslahatan umum atau khusus, maka para wali itu jugamendapatkan bagian pahalanya. Ketiga, kesetiakawanan sosial dan menjadikan kemaslahatandari masing-masing pribadi bagi yang lain, sebagaimana telahkami katakan dalam membicarakan ayat-ayat yang lain."(Tafsir al-Manar 4: 379-380)